DMCA.com Protection Status

Sabtu, 01 Agustus 2015

LOVE STORY (?) Part 5


    (Hallooo Readers...cieeee udah pada Kangen yaaaa... Apa? Ga ada yang kangen? :(( cewdihh wkwk. Btw, ini nih part 5 dari LOVE STORY (?) yang ceritanya makin ga jelas. Yang mau baca, silahkan beli obat sakit kepala dulu ya sebelum baca. Untuk jaga-jaga biar ga puyeng pas ngebaca story ini wkwk. Terus... buat yang UDAH BACA, gift me a comment dong! Karena komentar kalian akan ngebuat aku lebih semangat lagi nulisnya. Seperti ituu. Yaudah kalau gitu, Happy REDDING yaa.. kiss kiss..)



    Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Hari ini adalah hari keberangkatan Deyami ke Qatar. Siang kira-kira jam 15:00 Deyami telah tiba dibandara Soetta dengan diantar oleh Om dan Tante, juga Adit sepupunya.

    Sesampainya di bandara Deyami beserta Om Rudy, Tante Yosi, juga Adit langsung menuju terminal 2. Deyami keluar dari mobil dengan perasaannya bercampur aduk, antara senang, deg-degan, juga sedikit takut untuk melakukan penerbangan selama berjam-jam seorang diri, terlebih keluar negeri pula. Namun semua ini harus ia lakukan demi bisa menyaksikan secara langsung pegelaran ajang balap kuda besi nomor satu dunia itu secara langsung di sirkuit.

    Kali ini Deyami tampak tidak kerepotan lagi membawa kopernya. Tentu saja  karena Adit telah bersedia membawakan kopernya. Mereka pun memilih untuk duduk dikursi-kursi yang berderatan di terminal 2D.
   “Cieee yang bentar lagi flight to Qatar, kali pertama keluar negeri ciee”. Ejek Adit dengan perasaan iri terhadap adik sepupunya itu.
    Deyami terkekeh “Hahaha. Kapan nyusul bang?” serunya.
    “Abang ke barcelona aja!” tukas Adit.
    “Aminnnn”. Cetus deyami.

    “Oh ya dey, kamu sudah menghubungi Om Fredy belum?” tanya Om Rudy mengingatkan.
   “Belum om. Tapi tadi malam Om Fredy mengirim email pada ku, katanya dia akan nungguin aku kalau udah sampai di  HIA”.
    “Lebih baik hubungi Mas Fredy lagi deh, pah”. Tukas Tante Yosi mengingatkan Om Rudy untuk menghubungi Om Fredy.
    Om Rudy menaikan kedua alisnya “ya baiklah...” serunya.

    Om Rudy kemudian menghubungi Om Fredy yang berada di Qatar. Sementara itu Deyami dan Adit menghilang dari pandangan Om Rudy dan Tante Yosi dan berlalu untuk mencari minuman.

    Perasaan Deyami semakin bercampur aduk, sambil berjalan matanya menerawang jauh dan kini sosok pria yang dikenalinya hari lalu menghantui fikirannya. Bandara ini benar-benar mengingatkannya kepada sosok pria itu. Pria yang begitu mirip dengan Stefan Bradl. Ya...Deyami memikirkan Stefan. Bukan Stefan Bradl, akan tetapi Stefan Widjaya- pria yang dikenalinya saat penerbangan pertamanya menuju Jakarta. Hingga saat perpisahannya beberapa hari lalu  dengan Stefan dibandara ini, pria itu hanya menghubungi nya sekali, padahal sebenarnya Deyami begitu mengharapkan Stefan menghubunginya lagi. Apa gunanya minta mail address kalau ngirim email pun cuma sekali. Minta nomer kalau nge-whatsapp  ga pernah! Gerutu Deyami dalam hati. Kini lamunannya semakin dalam mengenai Stefan, hingga tanpa disadarinya, kini dia bersama Adit telah tiba disebuah outlet store yang menjual makanan dan minuman.

    “Woi, dey! Bengong aja” cetus Adit yang membangunkan Deyami dari lamunanya tentang Stefan.
    Deyami melotot kaget “Ehhh hah,bengong? Eh iya. Kita udah sampai ya bang?”.
    “Udah! Makanya kalau lagi jalan jangan bengong! Kita udah sampai aja, ga sadar” cetus Adit.
    Deyami nyengir “Hehehe, maaf bang”.
    “Mikirin apaan sih?” tanya Adit.
    “Enggak kok. Nggak mikirin apa-apa. Cuma lagi deg-degan aja” tukas Deyami.
    Adit menggeleng kepala “Yaudah kamu mau apa?”
    “Air mineral aja deh bang”.
    Kemudian Adit meminta empat botol air mineral kepada penjaga outlet store dan mengambil beberaa makanan ringan.

    “Yaudah, yuk, balik ketempat mamah sama papah”. Ajak adit kepada Deyami setelah membeli dan membayar minuman dan makanan yang dibelinya.

    Kemudian mereka pun berjalan menuju bangku dimana Om Rudy dan Tante Yosi tadi duduk. Dari kejauhan terlihat mata Om Rudy dan Tante Yosi tengah jelalatan memperhatikan seluruh penjuru terminal 2D untuk mengetahui keberadaan keponaannya dan anak lelakinya yang menghilang dari pandangan mereka beberapa menit yang lalu. Kini  akhirnya Om Rudy dan Tante Yosi melihat Deyami dan Adit berjalan menuju kearah mereka dengan membawa kantong plastik.
   
    “Aduhh...kalian dari mana saja sih?” tanya tante yosi khawatir.
    “Dari outlet store tante, beli minum”. Jawab Deyami. Adit pun memberikan 2 botol minuman kepada mama dan papanya. Dan sisanya untuk deyami dan dirinya.
   
    “Oh ya, barusan om udah menghubungi Om Fredy. Dia bilang, setibanya kamu disana, dia sudah menunggu dibandara. Nanti setelah kamu landing, segera hubungi Om Fredy ya”. Tukas Om Rudy menyampaikan tentang pembicaraan nya lewat telepon dengan Fredy-yang tidak lain tidak bukan adalah abang Ipar nya. Abang dari Tante Yosi dan Adik dari mama Deyami.
    Deyami mengangguk faham “Oh, ok. Baiklah om”. Ia kemudian  membuka tutup botol mineral dan kemudian mennyeruput isi nya.
    “Sekarang udah jam empat, sebaiknya sekarang kamu check-in”. Tukas Om Rudy sambil menatap arloji miliknya.
 “Lagipula tante dan om tidak bisa berlama-lama disini dey, karena nanti malam kami harus menghadiri acara rekan kerja nya om kamu”. Tukas tante Yosi menambahkan.

    “Ya. Baiklah om, tante.” Seru Deyami.
    “Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati ya. Kalau sudah sampai jangan lupa menghubungi kami”
    “Iya tante. Oh ya tante, tolong beritahu mama tentang keberangkatan ku ke Qatar ya. Aku lupa memberitahunya. Kalau menelepon sekarang, tidak ada waktu lagi. Lagipula aku sudah mematikan ponsel ku”
    “Ya, nanti tante akan beritahu”
    Adit kemudian mengelus manja kepala adik sepupunya itu. “Hati-hati disana ya dey.”
    Deyami tersenyum “Iya bang. Kalau begitu, aku check-in dulu ya om, tante, bang Adit”
    “Yasudah, kalau gitu om dan tante pamit dulu ya. Maaf om dan tante tidak bisa menemani lebih lama lagi”.
    “Iya om, ga apa kok, aku maklum. Lagi pula aku akan segera check-in”. Deyami tersenyum kepada om dan tantenya.
    “Maaf juga ya dey, abang ga bisa nemenin lebih lama”.
    “Iya bang, gapapa,” deyami tersenyum kepada Adit. “Om dan Tante hati-hati dijalan ya.”
    Om rudy mengangguk. “Iya..dey. kamu juga”.
   
   Setelah berpamitan dan menyalami Om dan Tantenya juga Adit, Deyami kini beralih menuju check-in counter untuk melakukan check-in. Om Rudy dan Tante Yosi beserta Adit pun beralih meninggalkan bandara dan balik kebekasi.

  Setelah melewati beberaa tahap penerbangan, kini Deyami telah berada dikabin maskapai Qatar Airways penerbangan QR 0957V tujuan Doha. Setelah mencari-cari bangku yang sesuai dengan tiket miliknya, akhirnya Deyami menemukannya. Lagi-lagi ia kembali duduk dibangku samping jendela pesawat. Sontak ini kembali mengingatkannya kepada Stefan-saat penerbangannya menuju Jakarta beberpa hari lalu. Stefann...  gumamnya. Deyami menghela nafas dan kemudian menyandarkan punggung nya kesandaran bangku. Kini ia tengah memandang jauh keluar jendela. Detik selanjutnya ia merasakan ada seseorang yang telah duduk dibangku yang ada disampingnya. Dalam hati ia berharap orang itu adalah Stefan. Deyami memejamkan matanya  sembari berdoa didalam hati berharap bahwa orang yang duduk disampingnya itu benar-benar Stefan.

  Deyami hanya diam, menunggu-nunggu Stefan menyebut namanya, setidaknya mengatakan “Hi” kepadanya seperti beberapa hari lalu saat di BIM. Satu menit menunggu Deyami tak kunjung mendengar Stefan menyapanya. Oh...mungkin Stefan ingin mengejutkannya. Arti lain, Stefan ingin memberikan surprise kepadanya karena sudah satu maskapai lagi dengannya. Deyami dibuat  semakin deg-degan, dia terus menunggu Stefan menyapanya.

  Deyami memejamkan matanya sambil tersenyum-senyum penuh harapan, dan tanpa ia sadari kini kedua tanganya telah mengepal dan berada tepat dibawah dagunyatampak seperti orang yang memohon penuh harap. Hingga akhirnya terdengarlah suara Stefan mengatakan, “Nona...”. Hal ini sangat membuat Deyami senang ulalaaa. Akhirnya Stefan mengeluarkan kata-kata untuk dirinya. Tapi detik selanjutnya ia mengernyitkan dahinya. Seingatnya-suara Stefan tidak seperti itu. Bagaimana bisa suara Stefan berubah seperti itu. Oh..mungkin Stefan sedang flue karena tidak cocok dengan cuaca di Jakarta atau Stefan sedang menyamarkan suaranya agar lebih mengejutkan diri nya.

  Perlahan Deyami membuka matanya dan memutar lehernya 180 derajat kearah Stefan. Dada nya berdebar dan...toreng-toreng... didapatinya Stefan tengah menatap kearah dirinya.

“Maaf, nona. lagi kurang enak badan?”. Tukas seorang kakek paruh baya yang heran dengan kelakuan gadis aneh yang duduk disamping nya itu.

  GUBRAKKK!!!
  Deyami terenyah kaget. Ia semakin shock saat melihat Stefan yang kini telah berubah menjadi seorang kakek-kakek yang keriput dan ber-uban. Gerangan apa yang terjadi sehingga Stefan menjadi seperti ini? Mungkin Stefan kena kutukan sewaktu dijakarta. Atau dia pergi ke klinik ketampanan untuk menjadi lebih tampan. Alih-alih lebih tampan, malah Stefan berubah menjadi keriput dan tampak menjadi menua.

  “Stefan...kamu kok...jadi keriput gitu? Ubanan lagi... what happen? Aya naon?” pekik Deyami sambil menyentuh dagu keriput milik stefan.
  “Maaf nona...lagi kurang enak badan ya?” seru kakek-kakek itu.

  Deyami masih shock dan tangannya pun kini menarik-narik kulit keriput pria paruh baya yang ada disampingnya itu. “Ya ampun stefan...kamu kenapa?” seru Deyami yang masih sibuk menarik-narik kulit keriput Pria paruh baya itu. Tampaknya bayang Stefan benar-benar merasuki fikirannya hingga ia lupa diri.
 Karena merasa risih, pria paruh baya itu kemudian memanggil seorang pramugari. Berniat melaporkan perlakuan tidak menyenangkan Deyami terhadap dirinya.
 “Excuse me!” pekik pria paruh baya  itu sambil mengangkat tangan kanan nya-yang tentu saja berhasil menarik perhatian seorang pramugari juga beberapa penumpang maskapai.

  Deyami terenyah oleh pekikan pria paruh baya itu. Kesadaran dirinya kini kembali. Ia lantas menepuk jidad dan merasa bodoh atas tindakannya. Bayang Stefan benar-benar sudah merasuki benaknya-hingga ia benar-benar bodoh telah menganggap pria paruh baya yang ada disampingnya itu adalah Stefan yang menua akibat kutukan atau apalah itu, yang jelas ia benar-benar diluar kendali.

  Detik selanjutnya seorang pramugari pun datang menghampiri pria paruh baya yang duduk disamping Deyami. “Ada yang bisa kami bantu pak?” seru pramugari itu.

  Aduhh... gumam deyami sembari menepuk jidad nya.
Dengan semangat kakek itu langsung mengutarakan kekesalannya “Gadis disamping saya ini, sepertinya tengah dalam kondisi tertekan. Dia sepertinya dalam keadaan yang buruk. Entah terguncang jiwanya, yang pasti sedari tadi dia bertingkah aneh dan menganggap saya stefan dan saya bukanlah stefan. Saya juga tidak tahu siapa itu stefan!!”. tukas pria paruh baya itu tanpa gentar.

  Deyami lantas mengernyit kening, memikirkan alasan yang patut diutarakan kepada pramugari juga pria paruh baya itu.
   “Jadi...kakek bukan stefan?” cetus deyami, pura-pura baru menyadari kalau kakek itu bukanlah Stefan.
Kakek itu mendelik Deyami “Bukan! Saya bukan stefan yang anda maksud. Dan saya tidak tahu siapa itu stefan!”
   “Ma...ma...maaf kek, saya mengira tadi kakek adalah seseorang yang saya kenal”.
Deyami mencoba meminta maaf atas perilaku memalukannya itu. “Maaf...ini Cuma kesalahfahaman.  Saya tadi mengira kakek ini adalah seseorang yang saya kenal”. Seru Deyami kepada pramugari, berusaha memberi tahu pramugari itu bahwa kejadian itu bukanlah permasalahan yang rumit yang akan mengganggu penerbangan nantinya.
   
    Pramugari itu mengernyitkan keningnya dan menatap Deyami dengan tatapan tajam-memastikan kalau alasan yang diberikan Deyami adalah benar. Deyami lantas balik menatap pramugari itu dengan tatapan meyakinkan sambil tersenyum getir.
Pramugari itu pun menghela nafas “Baiklah, kakek sudah dengar sendiri kan penjelasan dari gadis ini. Ini hanya kesalahfahaman dan saya fikir ini tidak terlalu buruk. Dan buat anda, jangan ulangi kesalahan ini lagi ya. Karena akan mengganggu kenyamanan penumpang yang ada dimaskapai kami”
    Deyami menghela nafas lega . Ia mengangguk faham “Iya mba...sekali lagi saya minta maaf atas kejadian ini”. Deyami pun menundukan kepalanya malu akan perilaku diluar kendalinya itu.
    “Yasudah kalau begitu jangan ulangi lagi hal seperti tadi lagi” tukas pria paruh baya itu memandang risih kearah Deyami, seolah trauma akan kejadian yang sangat membuatnya tidak nyaman itu.
    “Sekali lagi, saya minta maaf ya kek”. Tukas Deyami.
    Kakek itu mengangguk “ya”.
  “Kalau begitu sudah tidak ada masalah lagi kan? Selamat menikmati penerbangan. Jika butuh bantuan, silahkan hubungi kami kembali”. Kemudian pramugari itu berlalu meninggalkan Deyami dan kakek malang itu.

    Safeti demo pun telah memberi aba-aba kepada semua penumpang untuk menggunakan sabuk pengaman. Tak lama kemudian terdengarlah suara pilot yang mengatakan bahwa maskapai akan segera flight.

    Penerbangan kali ini sangat buruk bagi Deyami. Kejadian yang sangat memalukan tadi membuatnya sangat tidak nyaman. Dia merasa malu kepada kakek yang ada disampingnya juga kepada penumpang maskapai yang memperhatikan nya tadi. Deyami tak sedikitpun mengarahkan pandangannya kehadapan kakek-kakek yang duduk disamping nya itu.

    Satu jam penerbangan Deyami masih merasa tidak nyaman. Diambilnya ponsel kesayangan miliknya. Seperti biasa, Deyami membuka galeri motoGP dan asik memandangi foto-foto rider kesayangannya untuk menghilangkan kejenuhan dalam dirinya. Perasaannya kembali normal. Ia kini merasa bahagia,  sebab kini jarak antara dia dan rider kesayangannya semakin dekat. Dan tentu saja dia berharap bisa bertemu kembali dengan Stefan saat berada di Qatar nanti. Ya, lagi-lagi Deyami kembali memikirkan Stefan. Kini dia tak lagi fokus kepada foto rider idolanya, akan tetapi kini pandangannya jauh menerawang keluar jendela pesawat. Fikirannya kini kembali dihantui oleh sosok Stefan. Harus diakuinya bahwa sosok Stefan telah mampu meluluhkan hati nya. Tapi...ah sudahlah, bagaimana pun juga perasaan itu hanyalah perasaan sesaat. Karena pertemuannya dengan Stefan hanyalah karena kebetulan dan hanya sementara. Tidak mungkin rasanya dia menyukai orang dalam waktu yang sesingkat itu. Dan begitu juga dengan Stefan. Tidak mungkin Stefan menyukai dirinya.

    Deyami melirik jam tangannya. Baru dua  jam berlalu semenjak pesawat lepas landas, dan itu berarti masih ada enam jam perjalanan lagi. Tidak bisa tidur karena masih dihantui bayangan Stefan juga rider kesayangannya, Deyami mengeluarkan iPod, memutuskan untuk menonton beberapa video dokumentasi rider kesayangannya. Deyami lantas menerawang dengan wajah bahagia-mungkin membayangkan asyiknya bertemu dengan rider motoGP idolanya.  Ditengah asik melamun, ia dikagetkan oleh kedatang seorang pramugari yang menawarinya beberapa makanan dan minuman-ia lantas tidak menolak. Deyami melahap makanan itu dan pandangannya pun kembali menerawang jauh. Tak berapa lama setelah menghabiskan makanan nya-dia pun tertidur dengan lelap.

    Sudah lima jam berlalu semenjak pesawat lepas landas. Deyami terbangun dari tidurnya karena dibangunkan dan disodorin makanan oleh seorang pramugari. Apaan nih? Sahur?, sahutnya dalam hati, kemudian ia menolak karena masih merasa kenyang. Selama perjalanan sudah dihitungnya entah berapa kali pramugari itu menawari makanan dan minuman kepada setiap penumpang maskapai termasuk dirinya. Ia tidak pernah menolak, dan kali ini ia harus menolak karena masih merasa kenyang.   Kemudian  ia beralih ke iPod miliknya, tak diperdulikannya lagi pramugari itu. pandangan nya beralih ke iPod miliknya-ternyata iPod itu sudah mati karena kehabisan baterai. Ia lantas memasukan iPod nya kedalam tas selempang kesayangan miliknya. Deyami melirik lagi jam tangan miliknya, kini ia menghitung lama penerbangan yang telah ia lalui. Huh, tiga jam perjalanan lagi. Ia pun menghela nafas panjang. Perjalanan nya terasa begitu membosankan. Apalagi ia harus sebangku dengan kakek-kakek paruh baya, begitu membosankan baginya-karena tidak bisa mengobrol. Tidak akan ada obrolan yang menarik jika gadis seusianya bercengkrama dengan lansia seperti kakek-kakek yang duduk disampingnya itu. Kalaupun mereka mengobrol, paling-paling mereka akan membahas soal berbagai macam penyakit yang menyerang lansia. Ya... paling tidak ia akan mendengarkan keluhan penyakit lansia itu. Tidak terbayangkan baginya-jika ia harus mendengarkan semua keluhan kakek-kakek disampingnya itu.

    Deyami melirik kearah kakek yang duduk disampinya itu. Lantas ia merasa risih  dengan kelakuan kakek tersebut saat tertidur. Dengan mulut yang menganga-yang seolah-olah membiarkan gigi-giginya berlarian satu persatu. Iler yang mengalir bak tetesan eskrim saat terkena panas dan dengkuran yang sangat berisik yang begitu mengganggu kenyamanannya. Dasar berisik! Cetusnya kesal. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Karena masih mengantuk, Deyami memutuskan kembali tidur. Ia tidak memperdulikan suara dengkuran kakek-kakek disampinya itu lagi. Berharap agar setelah ia terbangun dari tidurnya-ia telah sampai di qatar dan mengakhiri penerbangan kamvret ini.

    Deyami kembali terbangun dari tidurnya. Lantas melirik kembali jam tangan miliknya. Jantungnya berdebar, sudah tidak sabar untuk segera touchdown di Qatar. Perasaannya tidak karuan, bercampur aduk, yang pasti ia ingin segera mengakhiri penerbangan yang begitu membosankan ini. Biasanya, selama apapun perjalanan yang dilaluinya, tidak pernah membuatnya sebosan dan se-badmood  ini, tetapi hari ini rekor itu terpecahkan. Deyami sampai bertanya-tanya dalam hati, dosa berat apa yang pernah ia-atau nenek moyangnya-lakukan hingga harus mendapatkan teman duduk bersampingan dengan kakek-kakek yang lagi-lagi dilihatnya masih tertidur dan berdengkur dengan iler yang membanjiri seluruh permukaan dagu nya. Iyuwwww. Cetus Deyami merasa geli.

 -----

    Sekarang, penderitaan itu berakhir setelah ia melihat lampu-lampu di luar jendela. wah itu kota Doha, akhirnya sampai juga di Qatar, serunya. Seasaat kemudian terdengar suara pilot yang memberitahukan bahwa maskapai yang ditumpanginya telah tiba di Hamad International Airport dan akan segera landing. Dengan sangat Percaya Diri-Deyami melepas hoodie yang ia kenakan. Arab nih! Pasti panas banget diluar. Fikirnya dalam hati. Setelah keluar dari pesawat, kamvreeet! Dingin banget  Kayak dipuncak! Tak lama kemudian, ia kembali memakai hoodie miliknya.

  Setelah turun dari pesawat dan lolos dari karantina-pemeriksaan suhu tubuh-ia pun menaiki kereta shuttle yang sangat nyaman menuju bangunan utama bandara. Selepas imigrasi, pengambilan bagasi, Deyami bergerak menuju lobi kedatangan.

    Deyami mengamati seluruh penjuru terminal bandara, ia terkagum-kagum atas keindahan desain terminal bandara yang sangat megah dan terlihat elegan itu. Bandara ini sangat jauh lebih megah dibandingkan bandara soekarno-hatta. Desainya begitu modern, pelayanannya juga sangat memuaskan dan efisien. Transportasi sangat mudah diakses. Sarana publik pun sangat lengkap sehingga tempat ini terasa nyaris seperti mal. Yang membedakan hanyalah pesawat yang berlalu lalang. Deyami masih memandangi seluruh terminal, dari sudut ke sudut-semua dipandanginya. Kali ini ia mencari-cari keberadaan Om Fredy. Perasaan kagumnya akan kemegahan bandara itu pun kini berubah menjadi perasaan takut. Bagaimana kalau ternyata Om Fredy tidak benar-benar menunggu kedatangannya di Airport ini. Mata nya kian tajam memperhatikan setiap orang yang berlalu lalang. Sampai akhirnya matanya tertuju pada seorang pria yang dikenalnya tengah melambai kearahnya sambil berteriak menyebut namanya.

    Dengan segera Deyami berjalan menghampiri pria itu yang tidak lain tidak bukan adalah om Fredy-adik dari mama nya.
    “Selamat datang di Qatar.” Seru Om fredy menyambut Deyami dengan senyuman. Lantas Deyami segera menyalami Om Fredy.
    “Terima kasih Om. Senang rasanya berada di Qatar.” sahut Deyami tersenyum.
   “Mari, kita langsung menuju mobil saja. Karena tante Alisa sudah menantikan kedatangan kamu dirumah.” Tukas Om Fredy yang  kemudian membimbing Deyami dan membawakan koper miliknya menuju mobil diparkiran.
    “Oh, ya. Baiklah om.”

    Mereka pun berjalan menuju parkiran tempat dimana mobil Om Fredy terparkir. Setelah semua barang dimasukan kedalam bagasi mobil, mereka pun masuk kedalam mobil, dan kini mobil telah melaju meninggalkan bandara menuju Al-Khor, daerah tempat kediaman Om Fredy dan istrinya.
    “Bagaimana perjalanan kamu dey?” tanya Om Fredy sambil mengemudikan mobil.
    “Sangat melelahkan Om. Tapi aku senang bisa sampai di Qatar dengan selamat”.
    “Bagaimana kabar keluarga disana?”
    “Sehat om. Om dan tante gimana?” Deyami balik bertanya.
    “Seperti yang kamu lihat, om baik-baik saja. Tante Alisa juga baik”
Mereka pun tersenyum bersamaan.

   Deyami melirik kembali jam tangan miliknya, ternyata sudah jam 1 dini hari  waktu indonesia bagian barat. Kemudian ia melirik kearah jam digital yang ada di mobil Om Fredy, dan ia pun menyetel jam tangan miliknya sesuai dengan waktu di Qatar. Perbedaan waktu Indonesia-Qatar adalah 4 jam, dan itu artinya di Qatar masih pukul 21:00.

  Setelah beberapa saat, Deyami menguap panjang. Om Fredy yang mengerti bahwa Deyami masih mengantuk itu pun menyarankan Deyami untuk kembali tidur. Karena perjalanan mereka menuju rumah tempat kediaman Om Fredy dan keluarganya masih memakan waktu 2 jam perjalanan lagi.

  Beberapa menit kemudian, Deyami sudah jatuh terlelap. Om Fredy sendiri masih fokus mengemudi mobil. Hingga pada akhirnya kefokusan Om Fredy terganggu oleh deringan ponsel miliknya. Ternyata itu telepon dari Tante Yosi yang menanyakan keadaan Deyami. Tak lama kemudian, setelah telepon dari Tante Yosi terputus, ponsel milik Om Fredy kembali berdering. Diambilnya ponsel itu, dan ternyata itu adalah panggilan dari istrinya-Alisa.

   “Halo?” sahut Om Fredy mengangkat telepon dari istrinya.
  “Halo, fred. Dimana kau berada? Apakah Deyami sudah bersama mu? Aku sangat mengkhawatirkan kalian.”
   “Jangan khawatir Alisa. Aku sudah membawa Deyami menuju rumah kita. Dan tidak lama lagi kami akan tiba dirumah”. Tukas Om Fredy mencoba menenangkan perasaan istrinya.
  “Baiklah Fred. Aku sudah menyiapkan beberapa menu untuk makan malam kita.”
  “Ok. Aku dan deyami akan segera tiba untuk menyantap makan malam buatan mu yang lezat”.
“Baiklah. Hati-hati dijalan ya”
“Ya, sayang”

  Telepon pun kemudian terputus. Deyami yang masih terlelap dibiarkan begitu saja oleh Om Fredy. Ia sangat faham atas kelelahan yang dialami keponakan nya itu.

  Satu jam perjalanan, sejak mereka meninggalkan HIA. Deyami akhirnya terbangun dengan sendirinya dari tidurnya. Ia lantas meregangkan badannya yang begitu lelah.
  “Masih belum sampai ya Om?” tanyanya sambil meregangkan badan.
  “Kira-kira satu jam perjalanan lagi”. Tukas Om Fredy.
  “Uhhh, lamanya” cetus Deyami yang kemudian melempar pandangan kearah luar jendela.

  Deyami memperhatikan setiap bangunan yang ada di sepanjang jalan-meskipun ia tidak dapat melihat dengan begitu jelas, matanya kini lantas memperhatikan jalanan yang desainnya sangat megah, lampu penerangan menerangi sepanjang jalan, rambu-rambu lalu lintas tertata dengan teratur,dan tidak ada satupun jalan yang rusak. Sangat berbeda jauh dengan negara tercinta Indonesia yang kondisi jalan nya jauh dari kata layak. Kini matanya tertuju pada setiap mobil yang melaju dengan sangat kencang, bahkan hampir semua mobil yang melaju dengan sangat kencang. Wah,  pembalap F1 semua nih yang bawa mobil disini. Ungkapnya dalam hati melihat mobil-mobil yang melaju dengan kecepatan rata-rata 100 Km/jam itu. Ia lantas melirik kearah speedometer mobil yang dikemudikan Om Fredy. Dafukkkk, 130 Km/jam. Pantas saja ia tidak dapat melihat dengan jelas pemandangan yang ada diluar. Ia pun menyarankan Om Fredy agar mengurangi kecepatannya.
  “Om, bisa kurangi kecepatannya? Aku ingin melihat-lihat keindahan dan kemegahan kota ini” cetusnya dengan tatapan datar sambil menahan mual diperutnya.
   Om Fredy lantas mengangguk-angguk faham “Oh ya, baiklah” serunya.
  Om Fredy mengemudikan mobil nya metepi dan mengurangi kecepatan laju mobilnya. Sementara itu Deyami kembali memandangi setiap bangunan yang ada di tepi jalan. Jarang-jarang ia melihat bangunan seperti itu di Indonesia.

  Deyami masih terus memperhatikan pemandangan malam hari kearah luar jendela mobil. Kini matanya tak lagi melihat bangunan-bangunan yang megah, yang terlihat hanyalah hamparan padang pasir yang luas. Deyami masih terus mengarahkan pandangannya keluar jendela, sampai akhirnya matanya tertuju pada sebuah bangunan yang sangat besar dan luas. Lusail Multipurpose Hall, Commercial Bank of Qatar. Begitu mulutnya mengeja sebuah tulisan besar bercahaya yang ada di bangunan itu. Ia lantas menganga, takjub atas kemegahan bangunan itu, pilar-pilar yang menerangi setiap sudut bangunan, dan pohon-pohon kurma yang berbaris rapi menghiasi sekeliling bangunan.
  “Nah ini adalah gedung Comersial Bank of Qatar, dan yang itu adalah hall serbaguna lusail.” Tukas Om Fredy memperjelas apa yang dibaca oleh Deyami.

  Deyami masih ternganga, mengagumi kemegahan bangunan ditengah hamparan padang pasir itu. Ditengah padang pasir begini saja ada bangunan semegah ini, bagaimana dengan bangunan-bangunan yang ada dipusat kota, mungkin lebih megah dari ini. Fikirnya.

  Om Fredy lantas mengurangi lagi laju mobilnya, kini mobil melaju dengan kecepatan 70 Km/jam. Ia menunjuk kearah sebuah gerbang yang begitu besar. “nah besok kita akan kesini” katanya kepada deyami.
Deyami lantas segera mengarahkan pandangannya tepat kearah telunjuk Om Fredy mengarah. “Losail International Circuit”  ia mengeja bacaan yang tertera pada gerbang utama sirkuit losail itu, ia lantas ternganga takjub. “WOOWW”.

  Jantungnya berdebar-debar, karena terlalu bersemangat. Om Fredy kembali menambah kecepatan  mobilnya. Sementara Deyami-pandangannya tengah menerawang jauh memikirkan tentang kegiatannya nanti disirkuit losail saat menyaksikan motoGP.


                                                                                            Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar